Si Belang, Si Botak dan Si Buta
Kisah nyata. Karena Rasulullah Muhammad saw. yang bercerita,
sebagaimana yang dikutib oleh Bukhari dan Muslim yang terkenal bahwa semua hadits yang
dikutipnya adalah shahih, pasti
tepat.
Ada tiga orang yang di samping sangat miskin juga cacat; satu berkulit
sopak atau belang, kedua berkepala botak dan ketiga buta.
Allah
hendak menguji tiga orang tersebut dengan mengirim Malaikat yang
menyamar layaknya seorang manusia. Maka datanglah Malaikat itu kepada orang yang
berkulit sopak seraya berkata, "Apa yang paling engkau inginkan dalam
hidup ini?" Dia menjawab, "Warna kulit yang baik." Malaikat itu
mengusapnya dan seketika berubahlah ia dengan warna kulit yang baik. Lalu Malaikat itu
bertanya, "Harta apa yang paling engkau sukai?" Orang itu menjawab,
"Unta." Malaikat itupun memberikan unta betina yang bunting
seraya mendoakan agar unta itu cepat berkembang biak.
Berikutnya Malaikat itu datang kepada orang kedua yang berkepala botak dan
bertanya, "Apa yang engkau inginkan dalam hidup ini?" Orang itu menjawab,
"Kepala yang bagus dan rambut yang bagus." Malaikat itu mengusapnya
dan seketika berubahlah orang tersebut dengan kepala dan dan rambut yang sangat
bagus. Lalu
Malaikat itu bertanya, "Harta apa yang paling kamu inginkan." Orang itu menjawab,
"Sapi." Maka Malaikat itupun memberinya
sapi beti yang siap beranak, dan mengatakan, "Semoga sapimu ini cepat berkembang biak."
Setelah itu datanglah Malaikat tadi kepada orang yang buta, seraya bertanya,
"Apa yang paling anda inginkan dalam hidup ini?" Orang itu berkata,
"Aku ingin agar Allah memberikan penglihatan kepadaku sehingga aku bisa melihat sebagaimana orang lain melihat." Malaikat itu
mengusapnya, dan seketika itu juga
orang tersebut menjadi bisa melihat." Lalu malaikat itu bertanya, "Harta apa yang paling anda
inginkan?" "Kambing," jawabnya
secara singkat dan sederhana. Malaikat itupun memberinya seekor kambing betina yang sudah bunting seraya mendoakan agar kambing itu bisa cepat berkembang
biak.
Saudara,
disebutkan bahwa ketiga orang tersebut akhirnya menjadi orang yang kaya raya. Yang satu kaya dengan untanya, yang kedua kaya dengan sapinya dan yang ketiga
kaya dengan kambingnya.
Dan, suatu hari datanglah Malaikat itu lagi kepada ketiga orang tersebut satu
persatu. Malaikat itu datang persis sebagaimana dulu dia datang. Hanya saja dia
mengatakan sebagai orang yang telah kehabisan bekal dalam perjalanan dan membutuhkan bantuan.
Tapi ternyata lain, Si (mantan berkulit) Belang itu sudah berubah. Dia menjawab
dengan ketus tidak bisa membantu karena kebutuhannya sendiri sangat banyak. Sang Malaikat itu mencoba
mengingatkan bagaimana dia dulu dan asal usul hartanya yang sekarang telah melimpah.
Tapi justru dia mengatakan, "Tidak! Saya dulu tidak seperti itu. Dan Semenjak dulu saya sudah
kaya." Malaikat itu akhirnya berdoa, "Jika engkau dusta, semoga saja
Allah mengembalikanmu seperti sedia kala!"
Si (mantan) Botak ternyata juga sama dengan yang pertama. Maka Malaikat itupun
mendoakan dengan doa yang sama, yaitu doa kutukan, "Jika engkau dusta,
semoga saja Allah mengembalikanmu seperti sedia kala!"
Dan
akhirnya Malaikat itu datang kepada yang ketiga untuk meminta pertolongan
sebagaimana yang ia katakan kepada yang pertama dan kedua. Si (mantan) Buta ini
menjawab dengan sangat santun, "Saya dulunya adalah buta lalu Allah
menyembuhkannya. Saya dulu miskin dan Allah memberiku kekayaan. Sekarang silakan anda ambil
kambing yang anda kehendaki selama memang itu untuk kebaikan di jalan Allah."
Mendengar
jawaban itu, Malaikat lalu berkata, "Peliharalah harta bendamu dengan
baik. Aku datang diutus hanya untuk menguji. Anda telah sukses dan Allah ridho
denganmu. Sementara itu Allah benar-benar murka terhadap kedua kawanmu."
Saudara, selamat mengambil pelajaran dari kisah nyata di atas. Semoga
kita tidak termasuk orangyang lupa diri, jauh dari kutukan di dunia dan di
akhirat. Semoga ... semoga ... dan semoga... Allah melimpahkan hidayah kepada kita
semua.
Sumber: Penulis Muhammad Syamlan, Dari sela-sela kursi Eksekutif; Bunga Rampai Tulisan 1 Tahun Wakil Gubernur, 2006, Jakarta; Al-I'tishom
0 comments:
Post a Comment